Tuhan tak pernah mengajariku
menyerah, Dia mengetahui bahwa aku dan makhluk-Nya yang lain suatu saat akan
menyerah, Dia mengetahui segala kemampuan yang ada pada makhluk-Nya, sehingga
Dia selalu ada dalam setiap desiran nafas yang tersedia, dalam setiap detak
katup jantung yang terasa.
Aku tersesat di jalan yang ku yakini
itu benar, mendahului arus dengan jalan yang aku sendiri tak ingin melakukan
hal itu sebelumnya. Ku lakukan segala yang membuat hatiku merasa tertakan untuk
kemudian damai, aku Candra Kasih seorang mahasiswi semester 3 di salah satu
universitas swasta di Jawa Tengah. Aku tidak terlalu suka sesuatu yang muluk –
muluk menurutku, karena menjadi apa adanya dan membebaskan orang dari pikiran
yang simpang siur itu akan lebih baik.
Aku menyukai tempat ini, balkon
kampus di gedung I fakultas pendidikan, dari atas sini semuanya tampak indah,
tak ada yang mengganggu pandangan karena tepat di depan mata adalah pesawahan
yang sangat hijau dan ranum dipelupuk mata. Aku senang sekali menulis,
menuliskan ceritaku seperti ini dan menuliskan segala yang aku rasakan kepada
siapa yang aku tuju sekalipun itu Tuhan, namun dengan Tuhan aku menulis melalui
tinta – tinta doa yang berkilau bak emas dan permata. Dan hari ini aku masih
terdiam disudut balkon memandangi lautan hijau, dan menikmati sejenak keindahan
setelah terasa penat dengan segala civitas akademik yang bertebaran.
“Dra…… gak ada kuliah lagi kamu?”
suara Mia mengagetkanku
“Enggak” jawabku singkat
Mia
adalah sahabat karibku, kami dekat sehingga dapat di pastikan dimana ada aku
disitu pula Mia berada. Dia sahabat yang baik, memberikan dukungan dan bukan
menjatuhkan seperti sahabat lainnya, dia sangat tahu aku dan bagaimana cara
berbicara denganku yang sedikit acuh ini. Kami sama – sama suka dengan teh
tawar, sehingga saat ini pun ia memberikanku segelas teh tawar yang sedikit
hangat.
“Gimana mas Adi?”
tanya Mia dengan muka yang menoleh ke arahku seolah ia penasaran
“Aku tak tahu
lah, aku malu dengan diriku ini” jawabku sambil mengamati segelas teh yang di
berikan Mia di tanganku
“Ikuti kata
hatimu Dra, terkadang untuk mencapai kebaikan kamu harus tersesat terlebih
dahulu, tersesat di jalan yang benar namun sedikit menyakitkan di awal”
Nasehat
Mia kali ini sangat ngena di hatiku. Mungkin kali ini aku benar – benar
seperti teh tawar yang mana nasehat Mia merupakan suatu pemanis, sehingga aku
tak lagi benar – benar tawar. Sulit memang, mas Adi adalah laki – laki yang
biasa disebut kekasih yang
sekarang aku malu menyebut kata itu. Satu tahun sudah bersamanya, dan kisah
kami pun tidak mudah. Kami pacaran jarak jauh atau bisa di katakan Long
Distance Relationship (LDR), bahkan semenjak kami pertama kali pacaran kami
hanya bertemu melalui skype karena dia tinggal dan kuliah di Padang. Dan
aku merasa nyaman dengan hal itu karena aku merasa tidak perlu lagi sibuk
bertemu dan merencanakan hal – hal aneh seperti pacaran pada umumnya.
Namun saat ini, aku benar – benar malu dengan diriku. Hingga akhirnya aku
putuskan untuk mengatakan hal yang penting bagiku dan bagi kebaikan semua.
“Heehhhhhhh…. Draa kamu kenapa?”
tanya Mia, heran
“Enggak, huuuhhh sekarang aku tahu
harus apa Mi, Bismillah” jawabku tegas
Ku
ambil handphone di dalam tas ku, dan ku ketiikkan kata – kata yang
menyatakan bahwa aku ingin berhenti dengan mas Adi.
“Assalamu’alaikum mas, maaf mengganggu. Bukan apa – apa tetapi
Candra mau kita berhenti sampai disini mas. Candra malu dengan Tuhan, Candra
masih memiliki beban dosa yang begitu banyak, Candra takut suatu saat akibat
dari hubungan kita ini menjadi sangat fatal terhadap hati” Pesan ini aku tulis
dengan perasaan yang benar – benar berkecamuk
Tak
lama kemudian pesan itu pun terbalas oleh mas Adi, dan dia mengatakan bahwa
sebenarnya dia tak ingin berhenti seperti yang ku tegaskan, dia masih saja
tidak percaya bahwa aku seperti ini. Hingga aku katakan untuk terakhir kalinya
bahwa
“Mas, apapun yang dilakukan orang berpacaran itu. Entah ia
dekat ataupun jauh maka judulnya tetap saja pacaran jadi sama saja mas.
Yakinlah mas, Allah tak akan membiarkan hamba-Nya yang berusaha menjadi susah
melainkan semakin mudah. Ketika kau yakin dan kau benar – benar yakin,
pantaskan dirimu untuk mendapatkan apa yang kamu mau dan akupun akan demikian.
Karena berpacaran untuk kemudian mengharapkan bahwa pasangan itu adalah
satu – satunya calon jodoh kita, bagiku itu hal yang sangt bodoh” tegasku
Bersambung………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar