Rabu, 12 November 2014

Meretas Bahagia




            Tuhan tak pernah mengajariku menyerah, Dia mengetahui bahwa aku dan makhluk-Nya yang lain suatu saat akan menyerah, Dia mengetahui segala kemampuan yang ada pada makhluk-Nya, sehingga Dia selalu ada dalam setiap desiran nafas yang tersedia, dalam setiap detak katup jantung yang terasa.
            Aku tersesat di jalan yang ku yakini itu benar, mendahului arus dengan jalan yang aku sendiri tak ingin melakukan hal itu sebelumnya. Ku lakukan segala yang membuat hatiku merasa tertakan untuk kemudian damai, aku Candra Kasih seorang mahasiswi semester 3 di salah satu universitas swasta di Jawa Tengah. Aku tidak terlalu suka sesuatu yang muluk – muluk menurutku, karena menjadi apa adanya dan membebaskan orang dari pikiran yang simpang siur itu akan lebih baik.
            Aku menyukai tempat ini, balkon kampus di gedung I fakultas pendidikan, dari atas sini semuanya tampak indah, tak ada yang mengganggu pandangan karena tepat di depan mata adalah pesawahan yang sangat hijau dan ranum dipelupuk mata. Aku senang sekali menulis, menuliskan ceritaku seperti ini dan menuliskan segala yang aku rasakan kepada siapa yang aku tuju sekalipun itu Tuhan, namun dengan Tuhan aku menulis melalui tinta – tinta doa yang berkilau bak emas dan permata. Dan hari ini aku masih terdiam disudut balkon memandangi lautan hijau, dan menikmati sejenak keindahan setelah terasa penat dengan segala civitas akademik yang bertebaran.
            “Dra…… gak ada kuliah lagi kamu?” suara Mia mengagetkanku
            “Enggak” jawabku singkat
Mia adalah sahabat karibku, kami dekat sehingga dapat di pastikan dimana ada aku disitu pula Mia berada. Dia sahabat yang baik, memberikan dukungan dan bukan menjatuhkan seperti sahabat lainnya, dia sangat tahu aku dan bagaimana cara berbicara denganku yang sedikit acuh ini. Kami sama – sama suka dengan teh tawar, sehingga saat ini pun ia memberikanku segelas teh tawar yang sedikit hangat.
              “Gimana mas Adi?” tanya Mia dengan muka yang menoleh ke arahku seolah ia penasaran
              “Aku tak tahu lah, aku malu dengan diriku ini” jawabku sambil mengamati segelas teh yang di berikan Mia di tanganku
              “Ikuti kata hatimu Dra, terkadang untuk mencapai kebaikan kamu harus tersesat terlebih dahulu, tersesat di jalan yang benar namun sedikit menyakitkan di awal”
Nasehat Mia kali ini sangat ngena di hatiku. Mungkin kali ini aku benar – benar seperti teh tawar yang mana nasehat Mia merupakan suatu pemanis, sehingga aku tak lagi benar – benar tawar. Sulit memang, mas Adi adalah laki – laki yang biasa disebut  kekasih yang sekarang aku malu menyebut kata itu. Satu tahun sudah bersamanya, dan kisah kami pun tidak mudah. Kami pacaran jarak jauh atau bisa di katakan Long Distance Relationship (LDR), bahkan semenjak kami pertama kali pacaran kami hanya bertemu melalui skype karena dia tinggal dan kuliah di Padang. Dan aku merasa nyaman dengan hal itu karena aku merasa tidak perlu lagi sibuk bertemu dan merencanakan hal – hal aneh seperti pacaran pada umumnya. Namun saat ini, aku benar – benar malu dengan diriku. Hingga akhirnya aku putuskan untuk mengatakan hal yang penting bagiku dan bagi kebaikan semua.
            “Heehhhhhhh…. Draa kamu kenapa?” tanya Mia, heran
            “Enggak, huuuhhh sekarang aku tahu harus apa Mi, Bismillah” jawabku tegas
Ku ambil handphone di dalam tas ku, dan ku ketiikkan kata – kata yang menyatakan bahwa aku ingin berhenti dengan mas Adi.
“Assalamu’alaikum mas, maaf mengganggu. Bukan apa – apa tetapi Candra mau kita berhenti sampai disini mas. Candra malu dengan Tuhan, Candra masih memiliki beban dosa yang begitu banyak, Candra takut suatu saat akibat dari hubungan kita ini menjadi sangat fatal terhadap hati” Pesan ini aku tulis dengan perasaan yang benar – benar berkecamuk
Tak lama kemudian pesan itu pun terbalas oleh mas Adi, dan dia mengatakan bahwa sebenarnya dia tak ingin berhenti seperti yang ku tegaskan, dia masih saja tidak percaya bahwa aku seperti ini. Hingga aku katakan untuk terakhir kalinya bahwa
“Mas, apapun yang dilakukan orang berpacaran itu. Entah ia dekat ataupun jauh maka judulnya tetap saja pacaran jadi sama saja mas. Yakinlah mas, Allah tak akan membiarkan hamba-Nya yang berusaha menjadi susah melainkan semakin mudah. Ketika kau yakin dan kau benar – benar yakin, pantaskan dirimu untuk mendapatkan apa yang kamu mau dan akupun akan demikian. Karena berpacaran untuk kemudian mengharapkan bahwa pasangan itu adalah satu – satunya calon jodoh kita, bagiku itu hal yang sangt bodoh” tegasku
Bersambung………….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar